• RSS
  • Facebook
  • Twitter
Comments

A. Deskripsi

Prevalensi luka bakar di AS = 2,5 juta / tahun.
12 000 orang meninggal krn luka bakar dan cedera inhalasi akibat luka bakar.
Populasi yang beresiko terhadap luka bakar:
¨ Anak-anak dan usia lanjut.
¨ Remaja laki-laki dan pria usia kerja.
Kejadian luka bakar sering didapat di rumah.
Kegiatan yang memberikan resiko luka bakar:
· Memasak
· Memanaskan atau menggunakan alat-alat listrik.
· Kecelakaan industri.
75 % kejadian luka bakar di AS merupakan akibat perbuatan sendiri:
§ Tersiram air mendidih pada anak-anak yang baru belajar jalan.
§ Bermain korek api pada anak usia sekolah.
§ Cedera karena arus listrik pada remaja laki-laki.
§
Prediksi Keberhasilan hidupPenggunaan obat bius, alkohol serta sigaret pda orang dewasa.

Prognosa ( prediksi keberhasilan hidup) dipengaruhi oleh:
1. Usia.
- Orang berusia sangat muda dan tua memiliki resiko mortalitas lebih tinggi.
- Anak-anak diatas 5 th dan dewasa muda kurang dari 40 th mempunyai peluang hidup lebih besar.
2. Dalam dan luasnya luka bakar.
3. Ada tidaknya cedera inhalasi yang menyertai.

Tujuan utama berhubungan dengan luka bakar;
1. Pencegahan.
2. Menyelamatkan jiwa pasien.
3. Pencegahan ketidakmampuan dan kecacatan.
4. Pemulihan atau rehabilitasi.

B. Patofisiologi
Luka bakar disebabkan oleh: pengalihan energi dari sumber panas ke tubuh.
Pemindahan panas melalui:
· Hantaran
· Radiasi elektromgnetik.
Klasifikasi luka bakar:
1. Luka bakar termal.
2. Luka bakar radiasi.
3. Luka bakar kimia.

Akibat primer luka bakar : terjadi destruksi jaringan.
Destruksi jaringan terjadi karena:
1. Koagulasi
2. Denaturasi protein.
3. Ionisasi isi sel.
Lokasi destruksi jaringan:
1. Kulit
2. Mukosa saluran nafas atas.
3. Organ viseral ( krn: luka bakar elektrik dan kontak dengan agen penyebab yang lama) akibat lanjut: nekrosis dan kegagalan organ.

Dalamnya luka bakar ditentukan oleh:
1. Suhu agen penyebab luka bakar.
2. Lamanya kontak dengan agen penyebab luka bakar.

q Respon patofisiologi terhadap luka bakar.
1. Respon sistemik.
2. Respon lokal.
Respon sistemik


Respon maksimal dari luka bakar akan terlihat bila 60% permukaan tubuh.
Kejadian sistemik awal sesudah luka bakar berupa: ketidakstabilan hemodinamik ( perpindahan cairan, natrium serta protein dari ruang intravaskuler ke ruang interstitial akibat hilangnya integritas kapiler) akibatnya terjadi: penurunan curah jantung , selanjutnya mengakibatkan: hipoperfusi dan hipofungsi organ.

Ketidakstabilan hemodinamik melibatkan mekanisme:
1. Kardiovaskuler.
2. Keseimbangan cairan dan elektrolit serta volume darah.
3. Mekanisme pulmoner.
4. Fungsi renal.
5. Pertahanan imunologik.
6. Pengaturan suhu.
7. Gastrointestinal.

v Fungsi kardiovaskuler.
Trauma panas destruksi jaringan ( kerusakan integritas kapiler) perpindahan cairan, natrimu dan protein dari intravaskuler ke interstitial
Volume vaskuler menurun CO turun TD turun
Hipoperfusi dan hipofungsi organ. (Awitan syok luka bakar ).
Respon saraf simpatis, melepaskan katekolamin, akan meningkatkan: resistensi perifer (vasokonstriksi) dan frekuensi denyut nadi.
Kebocoran cairan terbesar: 24 - 36 jam pertama.
Penetalaksanaan utama: resusitasi cairan.
Resusitasi cairan yang adekuat dan pemulihan integritas kepiler menyebabkan syok luka bakar teratai dan cairan kembali ke intravaskuler sehingga volume darah adekuat dan curah jantung kembali normal.
Sindrom kompartemen ( Compartement Syndrome ) adalah: obstruksi aliran darah samapi mengakibatkan terjadinya keadaan iskemia yang disebabkan oleh oedema sistemik yang masif, tekanan terhadap pembuluh darah kecil dan saraf pada ekstrimitas distal.

v Keseimbangan cairan, elektrolit dan volume darah.
Kehilangan cairan lewat evaporasi: 3 - 5 liter atau lebih selama 24 jam sebelum permukaan kulit luka bakar ditutup.
Respon keseimbangan cairan:
1. Hiponatremia, terjadi:
· Selama syok luka bakar.
· Minggu pertama fase akut, krn: air akan pindah dari ruang interstitial ke intra vaskuler.
2. Hiperkalemia, karena: destruksi sel yang masif.
3. Hipokalemia, karena: berpindahnya cairan dan tidak adekuatnya resusitasi cairan.
4. Anemia, krn: rusaknya atau hancurnya sel-sel darah merah.
Anemia terjadi karena : kehilangan darah, yang bisa dicetuskan oleh:
a. Prosedur pembedahan.
b. Perawatan luka.
c. Pemeriksaan diagnostik.
d. Hemodialisis.
Hematokrit meninggi karena: kehilanagan plasma.
Penatalaksanaan utama: transfusi darah.

Abnormalitas koagulasi pada luka bakar meliputi:
1. Trombositopenia.
2. Masa pembekuan yang memanjang.
3. Waktu protombin memanjang.

v Respon pulmoner
Kategori cedera pulmoner:
1. Cedera saluran nafas atas.
2. Cedera inhalasi di bawah glotis.
3. Keracunan karbon monksida.
4. Defek restriktif.

Cedera saluran nafas atas.
Penyebab: panas langsung atau edema.
Manifestasi : obstruksi mekanis saluran nafas atas ( faring dan laring).
Tindakan : intubasi nasotrakeal atau endotrakeal secara dini.

Cedera inhalasi dibawah glotis.
Penyebab: menghirup hasil pembakaran yang tidak sempurna atau gas berbahaya.
Misal: karbon monoksida, sulfur oksida, amonia, klorin, fosgen, benzena dan halogen.
Manifestasi:
· Hilangnya fungsi cilia.
· Hipersekresi.
· Edema mukosa yang berat.
· Bronkospasme.
Tanda utama: ekspektorasi partikel karbon dalam sputum.
Akibat lanjut: menurunnya zat aktif permukaan (surfaktan ) paru sehingga mengakibatkan: atelektasis paru.

Keracuanan Karbon monoksida.
CO merupakan produk sampingan pembakaran bahan-bahan organik ( terdapat dalam asap).
Efek patofisiologiknya karena: hipoksia jaringan.
Hipoksia jaringan terjadi karena hemoglobin sebagai pengikat O2 cenderung lebih cepat ( 200x lipat ) berikatan dengan CO membentuk karboksihemoglobin daripada dengan O2.
Tindakan terapi:
1. Terapi oksigen 100% ( essensial ).
2. Intubasi dini.
3. Ventilator mekanik.

Defek Restriktif
Penyebab: adanya edema di bawah luka bakar full-thickness yang melingkar pada leher dan thorak.
Akibat yang ditmbulkan: pengembangan dada terhalang tindal volume menurun.
Penanganan: eskarotomi ( insisi untuk melonggarkan parut yang menimbulkan konstriksi).

q Indikator kerusakan paru mencakup:
1. Riwayat yang menunjukkan bahwa luka bakar terjadi dalam suatu daerah tertutup.
2. Luka bakar pada wajah atau leher.
3. Rambut hidung yang gosong.
4. Suara menjadi parau, perubahan suara, batuk kering, stridor, sputum yang penuh jelaga.
5. Sputum berdarah.
6. Pernafasan berat ( takipnea ) dan tanda-tanda penurunan kadar oksigen.
7. Eritem atau pembentukan lepuh pada mukosa oral atau faring.
Pemeriksaan diagnostik yang sering dilakukan untuk mengetahui adanya cedera inhalasi:
1. Px kadar karboksihemoglobin.
2. Px gas darah arterial.
3. Bronkoskopi.
4. Px faal paru; untuk mengetahui penurunan kelenturan paru atau obstruksi aliran udara pernafasan.

Komplikasi pulmoner yang dapat terjadi sekunder akibat cedera inhalasi:
1. Kegagalan akut respirasi.
2. ARDS ( Adult Respiratory Distress Syndrome ).
Tindakan yang dilakukan:
1. Intubasi.
2. Ventilator mekanik.

v Sistem Renal
Volume darah menurun hipoperfusi jaringan ginjal hipofungsi organ ginjal ( penurunan GFR)
Penurunan produksi urine.
Destruksi sel-sel darah merah akan menghasilkan hemoglobin bebas dalam urine.
Destruksi otot akan menyebabkan pelepasan mioglobin dari sel otot dan diekskresi melalui ginjal.
Bila aliran darah melalui tubulus renal tidak memadai maka hemoglobin dan mioglobin bisa menyumbat tubulus renal sehingga timbul komplikasi: nekrosis akut tubuler dan gagal ginjal.

v Pertahanan imunologik.
Luka bakar gangguan integritas kulit + pelepasan faktor-faktor inflamasi abnormal, perubahan kadar imunoglobulin, komplemen serum, gagngguan fungsi neutrofil dan penurunan jumlah limfosit (limfositopenia) resiko tinggi : sepsis.

v Pengaturan suhu tubuh.
Pasien luka bakar mengalami suhu rendah bbrp jam pertama pasca luka bakar, kemudian sebagian besar periode luka bakar akan mengalami hipertermia karena hipermetabolisme meskipun tanpa adanya infeksi.

v Sistem gastrointestinal.
Komplikasi gastrointestinal meliputi:
1. Ileus paralitik.
Manifestasi: berkurangnya peristaltik dan bising usus.
2. Ulkus Curling ( erosi lambung atau duodenum ).
Tanda-tandanya:
a. Distensi lambung, nausea dan vomitus.
b. Adanya darah okulta dalam feces.
c. Regurgitasi muntahan seperti bubuk kopi dari dalam lambung.
d. Vomitus berdarah.
Respon Lokal


Ø Kedalaman luka bakar.
Klasifikasi luka bakar menurut dalamnya:
1. Superficial partial-thickness ( Luka bakar derajat satu)
· Penyebab:
a. Tersengat matahari.
b. Terkena api dengan intensitas rendah.
· Bagian yang terkena: epidermis.
· Gejala:
a. Kesemutan.
b. Hiperestesia ( super sensitivitas ).
c. Rasa nyeri reda jika didinginkan.
· Penampilan luka:
a. Memerah, menjadi putih ketika ditekan.
b. Minimal atau tanpa oedema.
· Perjalanan kesembuhan:
- Kesembuhan lengkap dalam waktu satu minggu.
- Pengelupasan kulit.

2. Deep partial thickness ( Luka bakar derajat dua ).
¨ Penyebab:
a. Tersiram air mendidih.
b. Terbakar oleh nyala api.
¨ Bagian yang terkena: epidermis dan bag dermis.
¨ Gejala:
a. Nyeri.
b. Hiperestesia.
c. Sensitif terhadap udara yang dingin.
¨ Penampilan luka:
a. Melepuh; dasar luka berbintik-bintik merah, epidermis retak dan permukaan luka basah.
b. Edema.
¨ Perjalanan penyembuhan.
- Kesembuhan dalam waktu 2 - 3 minggu.
- Pembentukan parut dan depigmentasi.
- Infeksi dapat merubahnya menjdai derajat tiga.

3. Full thickness ( Luka bakar derjat tiga ).
§ Penyebab :
a. Terbakar nyala api.
b. Terkena cairan mendidih dalam waktu yang lama.
c. Tersengat arus listrik.
§ Bagian yang terkena: epiodermis, keseluruhan dermis dan kadang-kadang jaringan subkutan.
§ Gejala:
a. Tidak terasa nyeri.
b. Syok.
c. Hematuria dan kemungkinan hemolisis.
d. Kemungkinan ada luka masuk dan luka keluar ( luka bakar listrik).
§ Penampilan luka:
a. Keirng, luka bakar berwarna putih seperti bahan kulit atau gososng.
b. Kulit retak dengan bagan lemak yang tampak.
c. Edema.
§ Perjalanan kesembuhan:
- Pembentukan eskar.
- Diperlukan pencangkokan.
- Pembentukan parut, hilangnya kontur dan fungsi kulit, dpt terjadi kehilangan tangan atau ekstrimitas.
q Setiap daerah luka bakar mempunyai 3 zona:
1. Zona koagulasi ( daerah sebelah dalam luka ).
Ciri : mengalami kematian selluler.
2. Zona statis ( daerah bagian tengah luka ).
Ciri :
a. Terjadi gangguan suplai darah.
b. Terjadai inflamasi.
c. Terjadi kerusakan jaringan.
d. Daerah ini masih bisa diselamatkan sampai derajat tertentu dengan resusitasi cairan yang adekuat.
3. Zona Hiperemia ( daerah sebelah luar ).
Ciri :
a. Merupakan luka bakar derajat satu,
b. Harus sudah sembauh dalam waktu satu minggu.
c. Khas pada cedera terbakar atau tersengat arus listrik daripada akibat cairan panas.



Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan dalammnya luka bakar:
1. Riwayat terjadinya luka bakar.
2. Penyebab luka bakar.
3. Suhu agen penyebab luka bakar.
4. Lamanya kontak dengan agen penyebab luka bakar.
5. Tebalnya kulit.

Ø Luas permukaan tubuh yang terbakar.
Metode untuk menetukan luas luka bakar:
1. Rumus Sembilan ( Rules of Nine ).
Dengan : prosentase kelipatan sembilan terhadap permukaan tubuh.
2. Metode Lund and Browder.
Mengakui bahwa prosentase luas luka bakar pada berbagai bagian anatomi, khususnya kepala dan tungkai akan berubah menurut pertumbuhan.
3. Metode telapak tangan ( Palm Method ).
Lebar telapak tangan pasien kurang lebih sebesar 1% luas permukaan tubuhnya.

C. Penatalaksanaan Luka Bakar.
Fase perawatan luka bakar:
1. Fase Resusitasi (Darurat) : dari awitan cedera hingga selesainya resusitasi cairan.
2. Fase Akut: dari dimulainya deuresis hingga hampir selesainya proses penutupan luka.
3. Fase rehabilitasi: dari penutupan luka yang besar hingga kembalinya kepada tingkat penyesuaian fisik dan psikososial yang optimal.

q Perawatan di tempat kejadian.
Prioritas pertama: mencegah agar orang yang menyelamatkan korban tidak turut mengalami luka bakar.
Prosedur emergensi yang harus dilakukan:
1. Mematikan api.
2. Mendinginkan luka bakar.
3. Melepaskan benda penghalang.
Tujuan: untuk melakukan penilaian serta mencegah terjadinya konstriksi sekunder akibat oedema.
4. Menutup luka bakar.
Tujuan:
a. Memperkecil kemungkinan kontaminasi bakteri.
b. Mengurangi nyeri dengan mengurangi mencegah aliran udara agar tidak mengenai permukaan kulit yang terbakar.
5. Memberikan irigasi pada luka bakar kimia.

v Prioritas tindakan pada fase resusitasi:
1. Pertolongan pertama.
2. Pencegahan syok.
3. Pencegahan gangguan pernafasan.
4. Deteksi dan penanganan cedera yang menyertai.
5. Penilaian luka dan perawatan pendahuluan.

Pertolongan pertama:
Prosedur ABC:
· A ( Airway = jalan nafas ), ciptakan patensi jalan nafas.
· B (Breathing= pernafasan)
Terapi segera:
a. Penciptaan saluran nafas yang lapang.
b. Pemberian oksigen 100% yang sudah dilembabkan atau oksigen masker atau nasal kanule.
Korban yang mengalami gangguan pernafasan berat atau edema saluran nafas, tindakan yang dilakukan:
- Memasang pipa endotrakeal.
- Memberi ventilasi manual.
· C ( Circulation=sirkulasi darah ).
Tindakan : monitor denyut apikal dan TD.
Akibat yang sering terjadi bila tidak dilakukan penanganan segera setelah terjadi luka bakar:
a. Takikardia.
b. Hipotensi ringan.

Pencegahan syok:
Tindakan : pemberian infus cairan dan elektrolit segera.
Ø Penatalaksanaan medis darurat
1. Stabilisasi pernafasan dan sirkulasi.
2. Perawatan dan penilaian luka bakr.
3. Pencegahan ilelus paralitik: pemasangan NGT.
4. Pemantauan pengeluaran urine dan faal ginjal: pemasangan kateter.
5. Pemberian profilaksis tetanus.
6. Mengatasi ketidaknyamanan.
7. Dukungan psikososial.
Ø Pemindahan ke unit luka bakar.
Tindakan yang dilakukan sebelum mengirim korban ke unit luka bakar:
1. Selang infus harus terpasang dengan kecepatan tetesan untuk menghasilkan haluaran urine sedikitnya 30 ml per jam.
2. Pastikan saluran nafas paten.
3. Terapi adekuat untuk redakan nyeri.
4. Sirkulasi tiap ekstrimitas yang terbatas harus adekuat.
5. Luka harus ditutup dengan balutan steril yang kering.
6. Jaga kenyamanan dan kehangatan tubuh korban.
7. Catat penilaian dan penanganan pasien.

Ø Kriteria luka bakar untuk dirujuk ke pusat luka bakar:
1. Luka bakar derajat tiga yang melebihi 5% luas permukaan tubuh pada segala usia.
2. Luka bakar derajat dua dan tiga yang melebihi 10% luas permukaan tubuh pada pasien dibawah usia 10 th dan diatas usia 50 th.
3. Luka bakar derajat dua dan tiga yang melebihi 20% luas permukaan tubuh pada segala kelompok uasia yang lain.
4. Luka bakar derajat dua dan tiga yang mengenai muka, tangan, kaki, genetalia, perineum serta persendian yang besar.
5. Luka bakar listrik yang mencakaup luka bakar tersambar petir.
6. Luka bakar kimia dengan ancaman gangguan fungsional atau kosmetik yang serius.
7. Cedra inhalasi dengan luka bakar.
8. Luka bakar yang melingkar pada ekstrimitas dan dada.
9. Luka bakar pada pasien yang sebelumnya sudah menderita sakit yang dapat memperumit penanganan.
10. Luka bakar dengan trauma dimana luka bakar tersebut menghadapi resiko yang terbesar.

Ø Penatalaksanaan kehilanagan cairan dan syok.
Perubahan cairan dan elektrolit pada fase resusitasi dalam perawatan luka bakar:
1. Dehidrasi menyeluruh: karena plasma mengalir keluar ( bocor) lewat pembuluh darah apile ryang rusak.
2. Berkurangnya volume darah; akibat hilangnya plasma, penurunan tekanan darah dan berkurangnya curah jantung.
3. Berkurangnya keluaran urine, terjadi karena:
a. Kehilangan cairan.
b. Penurunan aliran darah renal.
c. Retensi natrium dan air karena peningkatan aktifitas korteks adrenal.
4. Kadar kalium yang berlebiahan, karena: trauma selluler yang masif menyebabkan pelepasan ion K+ ke dalam cairan ekstraseluler.
5. Kadar natrium kurang atau defisit, karena: sejumlah besar ion Na+ hilang dalam cairan edema yang terperangkap dan mengalami eksudasi serta berpindah ke dalam sel ketika ion K+ dilepas dari dalam sel.
6. Asidosis metabolik, karena: kehilangan ion-ion bikarbonat menyertai kehilangan natrium.
7. Hemokonsentrasi ( kenaikan hematokrit), karena: komponen darah yang cair mengalir ke dalam ruang ekstravaskuler.
Penggantian cairan:
Kombinasi kategopri cairan yang digunakan:
1. Cairan koloid; Whoole blood, plasma serta plasma ekspander.
2. Kristaloid/elektrolit: larutan natrium klorida fisiologis atau lart. RL.
· Pedoman dan rumus untuk penggantian cairan pada pasien luk abakar.
1. Rumus Konsensus
Lart RL ( lart saline seimbang lainnya)= 2-4 ml x kg BB x % luas luka bakar.
Separuh diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya.
2. Rumus Evans.
a. Koloid: 1 ml x kg BB x % luas luka bakar.
b. Elektrolit (salin): 1 ml x kg BB x % luas luka bakar.
c. Glukosa (5% dalam air): 2000 ml untuk kehilangan insensibel.
Hari 1 : separuh diberikan dalam 8 jam pertama, separuh sisanya dalam 16 jam berikutnya.
Hari 2 : Separauh dari cairan elektrolit dan koloid yang diberikan pada hari sebelumnya, seluruh penggantian cairan insensibel.
Maksimum 10.000 ml selama 24 jam. Luka bakar derajat dua dan tiga yang melebihi 50% luas permuakaan tubuh dihitung berdasarkan 50% luas permukaan tubuh.
3. Rumus Brooke Army
a. Koloid: 0,5 ml x kg BB x % luas luka bakar.
b. Elektrolit (lart RL) : 1,5 ML X kg BB x % luas luka bakar.
c. Glukosa (5% dalam air) : 2000 ml untuk kehilangan insensibel.
Hari 1 : Separuh diberikan dalam 8 jam pertama, separuh sisanya dalam 16 jam berikutnya.
Hari 2 : Separuh dari cairan koloid, separuh elektrolit, seluruh penggantian cairan insensibel.
Luka bakar derajat dua dan tiga yang melebihi 50% luas permukaan tubuh dihitung berdasarkan 50% luas permukaan tubuh.
4. Rumus Parkland/Baxter.
Larutan Ringer Laktat : 4 ml x kg BB x % luas luka bakar.
Hari 1: Separuh diberikan dalam 8 jam pertama, separuh diberikan dalam 16 jam berikutnya.
Hari 2 : Bervariasi, ditambahkan koloid.

Larutan Salin Hipertonik.
Larutan pekat natrium klorida ( NaCl ) dan laktat dengan konsentrasi 250-300 mEq natrium per liter yang diberikan pada kecepatan yang cukup untuk mempertahankan volume keluaran urine yang diinginkan. Jangan meningkatkan kecepatan infus selama 8 jam pertama pasca luka bakar. Kadar natrium serum harus dipantau dengan ketat.
Tujuan tindakan ini: meningkatkan kadar natrium serum dan osmolalitas untuk mengurangi edema dan mencegah komplikasi paru.

Mekanisme dasar terapi penggantian cairan adalah: meningkatkan osmolalitas serum, sehingga cairan akan ditarik kembali ke dalam ruang vaskuler dari ruang interstitial.

Contoh penggantian cairan:
Pasien berbobot 70 kg dengan luas luka bakar 50%.
Rumus konsensus: 2 - 4 ml/ kg / % luas luka bakar.
Hitung: 2 x 70 x 50 = 7000 ml/24 jam.
Pemberian infus : 8 jam pertama = 3500 ml atau 437 ml/jam; berikutnya 16 jam = 3500 ml, atau 219 ml/jam.

¨ Tujuan terapi penggantian cairan.
1. Tekanan sistolik yang melebihi 100 mmHg.
2. Frekuensi nadi yang kurang dari 110x/mnt.
3. Keluaran urine sebanyak 30 - 50 ml/jam.
q PROSES KEPERAWATAN
Fase Darurat/Resusiasi.
Pengkajian:
o Tanda-tanda vital.
o Asupan dan keluaran cairan.
Keluaran urine: jumlah, berat jenis, pH, warna, kadar glukosa, aseton, protein serta hemoglobin.
ð Berat badan.
ð Riwayat pra luka bakar.
ð Riwayat alergi.
ð Riwayat imunisasi.
ð Masalah medis masa lalu.
ð Karakter luka bakar.
ð Status neurologi: kesadaran pasien, status fisiolgik, tingkat nyeri, kecemasan, pemahaman pasien tenang keadaan dan perilaku pasien.


Diagnosa keperawatan:
1. Kerusakan pertukaran gas b.d. keracunan CO, inhalasi asap dan obstruksi salran nafas atas.
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d. edema dan efek inhalasi asap, peningkatan ekspektorasi.
3. Kurangnya volume cairan b.d. peningkatan permeabilitas pembuluh darah kapiler dan kehilangan cairan akibat evaporasi dari luka bakar.
4. Penurunan suhu tubuh b.d. gangguan mikrosirkulasi kulit dan luka yang terbuka.
5. Nyeri b.d. cedera jaringan serta saraf.
6. Kecemasan b.d. perbahan status kesehatan.
Perencanaan:
Tujuan :
1. Pemeliharaan saluran nafas yang paten.
2. Ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat.
3. Pencapaian keseimbangan cairan dan elektrolit yang optimal.
4. Pencapaian perfusi organ vital secara optimal.
5. Pemeliharaan suhu tubuh normal.
6. Rasa nyeri bisa diminimalisir.
7. Kecemasan minimal.
8. Tidak adanya komplikasi yang potensial.
Intervensi keperawatan:
1. Meningkatkan pertukaran gas dan bersihan saluran nafas.
a. Monitor frekuensi, kualitas dan kedalaman respirasi.
b. Tindakan perawatan pulmoner:
· Membalik tubuh pasien/mobilisasi.
· Dorong pasien untuk batuk efektif dan nafas dalam.
· Dorong untuk memulai inspirasi kuat yang periodik dengan spirometer.
· Pengisapan trakea untuk mengeluarkan sekret.
· Pengaturan posisi pasien dengan posisi semi fowler/fowler.
· Pemberian oksigen lembab.
· Pemakaian ventilator mekanik.
2. Memulihkan keseimbangan cairan:
a. Memantau tanda vital.
b. Memantau keluaran urine.
c. Memonitor berat badan.
d. Kolaborasi pemeberian cairan melalui infus.
e. Pemantauan kadar elektrolit serum.
3. Mempertahankan suhu tubuh:
a. Atur suhu ruangan 32,2 – 32,80 C.
b. Berikan selimut penghangat/penahan panas.
c. Upayakan untuk memperpendek waktu pemajan terhadap suhu sekitar.
4. Menetralisir nyeri.
a. Pemberian obat analgetik secara intravena.
b. Pemberian obat sedatif.
5. Meredakan kecemasan.
a. Beri dukungan psikososial.
b. Penjelasan secara sederhana tentang prosedur penanganan.
c. Optimalkan penangaan nyeri.
d. Pemberian obat antiansietas.
Kecemasan yang tinggi pada fase darurat luka bakar harus dihindari karena:
1. Kecemasan akan meningkatkan rasa nyeri fisik dan psikologis.
2. Kecemasan yang tinggi lebih lanjut akan meningkatkan stres fisiologik.
Pemantauan kemungkinan komplikasi:
Komplikasi yang potensial terjadi:
1. Gagal nafas akut.
2. Syok sirkulasi.
3. Gagal ginjal akut.
4. Sindrome kompartemen.
5. Ileus paralitik.
6. Tukak Curling.






RENPRA LUKA BAKAR
FASE RESUSITASI



q DP: Kerusakan pertukaran gas b.d. keracunan CO, inhalasi asap dan obstruksi saluran nafas atas.
Sasaran: Pemeliharaan oksigenasi jaringan yang adekuat.
Perencanaan:
1. Berikan oksigen yang dilembabkan.
Rasional: Oksigenasi yang dilembabkan akan memberikan kelembaban jaringan yang cedera, suplementasi oksigen akan meningkatkan oksigenasi alveoli.
2. Kaji bunyi nafas, frekuensi nafas, irama, dalam dan simetrisnya pernafasan.
Rasional: Memberi dasar pengkajian selanjutnya dan bukti peingkatan/penurunan pernafasan.
3. Amati hal-hal: eritema atau lepuh pada mukosa bibir dan pipi, Lubang hidung yang gosong, luka bakar pada muka, leher atau dada, suara parau, adanya jelaga dalam sputum atau jaringan trakea dalam sputm.
Rasional: bukti adanya cedera inhalasi dan resiko disfungsi pernafasan.
4. Pantau hasil px GDS.
Rasional: dasar perlunya pengguanan ventilasi mekanis.
5. Laporkan pernafasan yang berat, penurunan dalam pernafasan dan atau tanda hipoksia.
Rasional: Dasar penetapan intervensi ntuk mengatasi kesulitan pernafasan.
6. Bersiap untuk bantu dokter untuk intubasi dan eskarotomi.
Rasional: Intbasi memungkinan ventilasi mekanik dan eskarotomi memungkinan pengembangan paru optimal.
7. Pantau penggunaan alat ventilator pada pasien.
Rasional: deteksi dini penurunan status respirasi atau komplikasi pada ventilasi mekanik.

Evaluasi:
Hasil yang diharapkan:
a. Tidak ada dispnea.
b. Frekuensi respirasi antara 12 dan 20 kali/menit.
c. Paru bersih pada auskultasi.
d. Saturasi oksigen arteri > 96% dengan oksimetri nadi.
e. Kadar gas darah arteri dalam batas normal.

q DP: Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d. edema, efek inhalasi asap, peningkatan ekspektorasi.
Sasaran: pemeliharaan saluran nafas yang paten dan bersihan saluran nafas adekuat.
Perencanaan:
1. Pertahankan kepatenan jalan nafas melalui pemberian posisi pasien yang tepat, pembuangan sekresi dan jalan nafas artifisial bila perlu.
Rasional: jalan nafas yang paten sangan krusial untuk fungsi respirasi.
2. Berikan oksigen yang sudah dilembabkan.
Rasional: kelembaban akan mengencerkan sekret dan mempermudah ekspektorasi.
3. Dorong pasien agar mau membalikkan tubuh, batuk dan nafas dalam. Anjurkan agar pasien menggunakan spirometri. Tindakan penghisapan jika diperlukan.
Rasional: Aktivitas ini meningkatkan mobilisasi dan pembuangan sekresi.
Evaluasi:
Hasil yang diharapkan:
a. Jalan nafas paten.
b. Sekresi respirasi minimal, tidak berwarna dan encer.
c. Frekuensi respirasi, pola dan bunyi nafas normal.

q DP : Kurang volume cairan b.d. peningkatan permeabilitas kapiler dan kehilangan lewat evaporasi dari luka bakar.
Sasaran: pemulihan keseimbangan cairan dan elektrolit yang optimal dan perfusi organ-organ vital.
Perencanaan:
1. Amati tanda-tanda vital, keluaran urine dan waspada terhadap tanda-tanda hipovolemia atau kelebihan beban cairan.
Rasional: hipovolemia merupakan resiko utama yang segera terdapat sesudah luka bakar. Resusitasi berlebihan dapat menyebabkan kelebihan beban cairan.
2. Pantau keluaran urine sedikitnya setiap jam sekali dan menimbang berat badan pasien setiap hari.
Rasional: Keluaran urine dan berat badan memberikan informasi tentang perfusi renal, kecukupan penggantian cairan dan kebutuhan serta status cairan.
3. Pertahankan pemberian infus dan mengatur tetesannya pada kecepatan yang tepat sesuai dengan program medik.
Rasional: pemberian cairan yang adekuat diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit serta perfusi organ-organ vital adekuat.
4. Amati gejala defisiensi atau kelebihan kadar natrium, kalium, fosfor dan bikarbonat.
Rasional: Perubahan yang cepat pada status cairan dan elektrolit mungkin terjadi dalam periode paska luka bakar.
5. Naikkan bagian kepala tempat tidur pasien dan tinggikan ekstremitas yang terbakar.
Rasional: Meningkatkan aliran balik vena.
6. Beri tahu dokter segera bila terjadi penurunan keluaran urine, tekanan darah, CVP, tekanan arteri pulmonalis, tekanan baji kapiler pulmonalis atau peningkatan frekuensi denyut nadi.
Rasional: Karena terjadinya perpindahan cairan yang cepat pada syok luka bakar, defisit cairan harus dideteksi secara dini sehingga syok sirkulasi tidak terjadi.
Evaluasi:
Hasil yang diharapkan:
a. Kadar elektrolit serum berada dalam keadaan normal.
b. Keluaran urine berkisar antar 0,5 - 1,0 ml/kg/jam.
c. Tekanan darah lebih tinggi dari 90/60 mmHg.
d. Frekuensi jantung kurang dari 120 denyut/menit.
e. Memperlihatkan sensorium yang jernih.
f. Mengeluarkan urine yang jernih dan berwarna kuning dengan berat jenis dalam batas normal.

Categories:

Leave a Reply